Wednesday, February 27, 2013

Tahan Banding

Untuk memberikan nilai yang uncountable pada sesuatu, kita cenderung mencari pembanding sebagai referensi. Kalau referensi yang digunakan ternyata juga uncountable, menurut saya hasil nilai tersebut masih kurang valid.




[caption id="attachment_1847" align="aligncenter" width="300"]dari philgalfond.com dari philgalfond.com[/caption]


Karena banyak sekali hal yang "uncountable" dalam hidup ini, manusia cenderung membanding-banding untuk mengetahui nilai atau kualitas tertentu. Padahal nyatanya, setiap orang punya jalan hidupnya masing-masing. Punya kemampuan bertahan yang berbeda-beda. Mendapatkan rejeki yang berbeda. Mendapat ujian hidup yang tidak sama. Jadi apa yang bisa dibandingkan? Karena membandingkan sesuatu itu butuh referensi yang tepat. Bukan sekedar "kelihatannya", "rasa-rasanya", atau bahkan "kayaknya".


Apalagi ketika terjebak dalam membandingkan apa yang diterima orang lain di dunia ini dengan apa yang kita dapatkan. Sebenarnya sungguh membuang energi. Toh penilaian Sang Pencipta bukan pada hasil yang kita dapat, melainkan apa yang sudah kita perbuat.


Ah, saya memang bisa "membual" yang "beginian". Semoga bukan hanya sekedar teori.


Bandung, 27-02-2013. Spontan memaksa tangan mengetik, demi 1 tanda merah marun di kalender bulan ini. 

21 comments:

  1. capeklah kalau terus membanding bandingkan dgn yg lain :P

    apa kabar ? ;)

    ReplyDelete
  2. manusia pada dasarnya suka membandingkan, baik secara sadar maupun tidak. dan proses membanding-bandingkan itu tadi menjadi bagian dari proses pengambilan keputusan yang rumit (buku: "making hard decision") yang karena saking seringnya maka proses itu terjadi secara otomatis.. kadang ada intervensi alam sadar, namun tetap lebih dominan alam bawah sadar ;)

    #opotoiki

    ReplyDelete
  3. yoii mbak..alhamdulillah baik..hihihi..aku tenggelam lagi nih mbak, baru muncul skrg. mbak el apa kabar?

    ReplyDelete
  4. hmm..ya yaa..jadi pengen baca bukunya, suwun pencerahannya mas dion :)

    ReplyDelete
  5. saya tidak suka dibandingkan, soalnya membandingkan biasa’a dengan orang yg jauh lebih baik dr kita, sehingga kita kelihatan rendah

    ReplyDelete
  6. kbr baik, makasih ya :)

    btw, tertarik nggak gabung di blogku minggu malam nanti ? :P

    ReplyDelete
  7. kalo aq sih yang penting aq bisa bahagia, walo kadang harus dibawah standar hidup yg biasanya diinginkan :)

    ReplyDelete
  8. waaahh...maafkan mbak el, udah lama gak buka blog nih..

    ReplyDelete
  9. hmm...tapi, semoga dengan melihat orang berbuat lebih baik, dapat memacu kita lebih baik juga..

    ReplyDelete
  10. hmm..baiklah, aku juga akan selalu berusaha untuk bahagia :*
    makasih inspirasinya :)

    ReplyDelete
  11. klo aku gak tfokus di ngebandinginnya sih ris, tapi karna pengen mengejar hidup yg berkualitas itu kebahagiaan itu akan muncul dengan sendirinya, setuju dgn pendapat mb. renarain, asal bahagia apalagi bs ngebahagiaan ortu itu lebih dr cukup kok :)

    ReplyDelete
  12. manusiawi sih membandingkan apa yg kita dapat dan apa yg org lain dapatkan...tetapi terkadang kita lupa mensyukuri apa yg telah kita dapatkan sehingga terlalu fokus apa yg orang lain dapatkan :D

    ReplyDelete
  13. Yuupp..begitulah, semoga kita tidak lupa bersyukur :)

    ReplyDelete
  14. perasaan saya terhadap anak bapak kost juga uncountable..
    tapi bisa diprediksi, dalamnya se-dalam laut, tingginya se-tinggi gunung.

    #elaahhh

    ReplyDelete
  15. Hallo Ririsnovie .. apa kabar ? :)

    ReplyDelete
  16. Waah..halo juga mbak El, alhamdulillah baik. semoga mbak ely juga.. :)

    ReplyDelete
  17. hai mba riris..
    yup bener saya paling gak suka kalau dibanding-bandingkan apalagi cuma masalah materi.. biasanya saya akan marah-marah haha

    ReplyDelete
  18. Hahaha..semoga tidak marah-marah lagi, mari fokus saja dengan apa yang bisa kita kerjakan.

    ReplyDelete
  19. siipp bener banget mba riris :)

    ReplyDelete