berawal dari sms ...
tice : assalamualaikum, halo jeng, pa kabar?dgr2 km mo ke sby ya?kpn?sampe kpn? bs ke toko buku kan?kmrn2 kan kita blm sempat ke toko buku.ris, blsnya ntar2 aja juga gpp klo km lg sibuk.
.....senyum2 sendiri, sambil nge-search buku di kutubuku.com. "tice ini, ternyata masih berusaha....hahahahaaa...."
riris : weh...iya ce, insyaallah sabtu pg nyampe sby.tice ke kampus jg kan?drpd tar gak jadi lg, gmn klo tice aja yg bli bukunya, tar kan kita ketemu di kampus.
.....membandingkan buku2, dari sekian banyak wishlist-ku...
tice : iya,sabtu ke kampus.ke graha jm brp?biar aq tar jg jam segituan ke kampus.bukunya apa?tar aq cariin.
.....sudah menentukan..."yang ini aja"
riris : kretanya sih nyampe gubeng jm8.20 dijemput yekti, ya mngkin jm10an gt ke graha, aq lg pengen buku jdlnya "Ma Yan". tp klo g ada, ya terserah tice mo bliin apa.makasih y ce
tice : laksanakan bu, tar bsk aq coba cari.tp emang judulnya gt ta? ok, sampe ketemu dikampus
riris : iya ce, judulnya mang gt."Ma Yan".sip, suwun ya..
.....dan buku itu sudah ada ditanganku, dan sudah tamat kubaca.

"Ma Yan"
Sebuah novel yang diangkat dari kisah nyata di sebuah perkampungan gersang di Zhangjiashu, Ma Yan lahir dari keluarga muslim yang miskin. Di desa yang sebagian perempuannya menikah muda, serta kesempatan besar untuk bersekolah hanyalah hak istimewa anak laki-laki, tidak membuat surut semangat Ma Yan untuk sekolah. Di daerah Zhangjiashu yang miskin dan terbelakang sebagian besar keluarga hanya memiliki pendapatan US$ 15 setahun. Dengan penghasilan seminimal ini, pendidikan adalah mimpi bagi sebagian besar penduduk. Namun Ma Yan bukanlah gadis yang mudah menyerah. Dia rela berjalan 5 jam di tengah hantaman musim dingin menempuh jalan panjang ke sekolah. Kakinya bengkak, badannya letih, namun hatinya tetap hangat dengan harapan. Sekolah adalah api yang menyalakan mimpi-mimpinya. Pernah suatu ketika, Ma Yan harus menghapus jadwal makan siangnya selama 15 hari hanya untuk membeli sebuah pena. Betapa besar pengorbanan Ma Yan, tapi betapa kuat tekadnya untuk tidak dimangsa nasib yang setiap saat bisa menghempaskan fondasi ekonomi keluarganya yang rapuh.
Novel ini diangkat dari kisah nyata Ma Yan yang jurnal hariannya pernah diterbitkan ke dalam bahasa Prancis. Dari bahan tulisan yang berserak dan berita-berita sekitar kehidupan Ma Yan, utamanya buku harian Ma Yan, (Sanie B. Kuncoro)
Aku berkali-kali menangis saat membaca buku ini, mengharu biru…bagaimana seseorang harus berjuang keras hanya untuk sesuap nasi, sebuah pena, jadi menengok ke diri ini…sudah berapa sering aku bersyukur kepadaNya, seberapa besar aku bias berbagi, seberapa taat aku pada Nya,….
Dibuku ini diceritakan bagaimana keteguhan seorang ibu dalam mengurus keluarga, berbakti pada suami, memperjuangkan supaya anak2nya tidak bernasib sama dengan dirinya, keluarga tersebut yakin bahwa bersekolah adalah persemaian masa depan. Jadi ingat ibuku yang selalu mengkhawatirkan kedua anaknya yang tidak ada di rumah…terima kasih ibu…insyaallah bulan depan aku pulang…semoga anak lanang adikku tersayang juga bs izin dari pondok gontor, kami sudah janjian.
Disisi lain semakin terpacu untuk lebih giat memahami ilmuNya. Jadi ingat kata2ku sendiri yang biasa aku gunakan sebagai penyemangat untuk adik2ku di BEM “Sesuatu yang layak dikerjakan, harus dikerjakan dengan sebaik2nya”, dan kadang2 aku sendiri yang melupakannya..
Yup, so harus selalu semangaaaattttt….semua harus diperjuangkan!!!!