Bandung, ahad pagi dingin dingin laper gimana gitu.
Alhamdulillah, hari ini keluar kosnya sekitar jam 10. Sebenarnya buka laptop ingin mengerjakan sesuatu demi menjawab pesan di WA "sudah ada progres mbak?", tapi karena otak masih beku, jadinya nyasar ke blog deh.
Oke, kali ini tentang Andrea Pirlo.
Walaupun saya mengakui kehebatannya, sepanjang saya suka nonton bola, saya tidak terlalu tertarik untuk mengetahui seorang Pirlo. Saya belum pernah menjagokan itali dan tidak suka AC Milan, klub yang melambungkan namanya. Sampai pada Liga Itali 2012-2013, Pirlo pindah ke Juventus. Free Transfer. Andrea Pirlo dan Gratis, rejeki luar biasa untuk Juventus.
Tahun itu Juventus Scudetto, setahun kemudian juga, dan tahun ini akan Scudetto juga. Tentu saja Juventus juara bukan karena Pirlo, tapi bila tidak ada Pirlo mungkin ceritanya akan lain. Hari Rabu lalu, di folder "aset negara" komputer kantor sudah ada biografinya, I Think Therefore I Play.
Kalau mau beli bukunya, ada nih di amazon :
Harganya ruarrrr biasa, $2,321.2.
Biografinya keren, sekali baca sulit untuk berhenti. Sekali buka bisa baca beberapa chapter tanpa diselingi buka-buka yang lain.
Ketika akan menceritakan sesuatu di setiap chapternya, selalu diawali dengan ilustrasi yang indah. Misal di chapter 6, dia menceritakan bagaimana bangganya menjadi pemain timnas Itali. Narasi di awal chapter yang menurut saya indah:
It’s no coincidence that such overwhelming emotions come from wearing the Italy shirt. Blue’s the colour of the sky, and the sky belongs to everyone. Even when it’s covered by clouds, you still know it’s there.
Contoh lain ada di chapter 1. Ketika dia menceritakan bagaimana proses kegalauan akhirnya dia menandatangai kontrak dengan Juventus, narasinya juga indah:
A pen. Beautiful, granted, but still just a pen. A Cartier: shiny, a little bit heavier than a biro and emblazoned with the Milan club crest. But still just a pen.
The ink cartridge was blue. Plain old blue. I looked at the pen, spun it round in my hand like an infant examining its first soft toy. I studied the thing from a few different angles, seeking out hidden depths and meanings. Trying to understand. Trying so hard that I felt a headache coming on and a few drops of sweat slide down my face.
Finally, the flash of inspiration arrived. Mystery solved: it was, indeed, just a pen. No added extras. Its inventor had left it at that. Deliberately? Who knows.
Membaca Biografi memang menyenangkan, apalagi dikemas dengan tulisan yang indah. Biografi ini banyak moment mengharukan pun kisah lucu banyak dimunculkan. Sayangnya tidak ada foto Alessandro Del Piero. hayyah :)
Seseorang memang dibentuk dari hari-hari yang telah dilaluinya. Walaupun Pirlo memang terlahir dengan bakat sepakbola yang luar biasa, tetapi menjadi hebat seperti sekarang ini adalah pilihannya.
No comments:
Post a Comment