Lagi-lagi tentang sepakbola. Akhirnya EURO 2012 berakhir juga. Ajang yang katanya sebuah pesta ini ternyata tidak menciptakan juara baru, yang menjadi juara tahun ini adalah sang juara bertahan, Spanyol. Menjadi sebuah rekor karena baru pertama kalinya ada juara EURO yang berturut-turut seperti ini. Spanyol kali ini memang hebat.
Di ajang semifinal, ada itali, jerman, spanyol dan portugal. Pada awalnya, saya memang menjagokan spanyol dan jerman yang masuk final. Tapi kemudian, level itu saya turunkan, asalkan bukan portugal yang juara. Pokoknya jangan portugal yang juara.
Padahal saya sudah pernah menulis tentang suka/tidak suka dan menonton dengan hati. Tapi entah, rasa tidak suka itu masih ada, bahkan sudah masuk level benci. Saya mengibaratkan kalau itu sebuah kanker, tidak suka itu masih stadium 1, sedangkan benci itu stadium 2 ke atas. Kronis.
Padahal kalau dilihat dengan objektif, portugal itu secara tim mainnya bagus, apalagi cristiano ronaldonya. Dia memang pemain yang luar biasa, etapiii saya tidak suka, saya benci. Karena tingkahnya yang sombong, karena mukanya yang songong. Padahal saya juga tidak kenal baik, hanya melihatnya main bola saja. Sebuah alasan subjektif yang belum tentu kebenarannya. Kalau sudah benci, apa saja yang dilakukan jadi tidak baik di mata saya. Semacam penyakit hati kronis yang menganggu kesehatan. Benci yang membutakan.
@sudjiwotedjo : Neraka tak usah dientar-entar..pada saat aku dendam/benci..pada saat itu aku sudah mondok di neraka
Benci memang manusiawi. Benci yang tidak baik adalah benci seperti tadi atau yang tanpa alasan, “pokoknya benci aja”. Tapi kalau benci dengan alasan yang tepat dan mengekspresikan bencinya itu dengan cara yang tepat pula, tentunya benci semacam ini tidak membutakan. Misalnya benci karena Islam dilecehkan. Akan aneh apabila tidak muncul rasa benci apabila agamanya dicela. Atau tidak benci ketika melihat kesewenang-wenangan, ketidakadilan, peperangan dan penindasan. Pastinya akan muncul rasa benci sebagai fitrah seorang manusia. Namun cara mengekspresikannya harus benar.
Maka, bencilah sesuatu yang memang layak dibenci. Jangan membenci karena alasan yang belum tentu kebenarannya apalagi yang tanpa alasan, itu jenis benci yang membutakan. Waspadalah.
waspadalah.... waspadalah... (bang napi).
ReplyDeletehemm saya juga ndak terlalu suka dengan portugal. Entahlah, mungkin karena efek ronaldonya. Tapi secara disitu juga ada si Nani (pemain MU). Tapi tetep saja, ketika Nani berkostum MU saya elu-elukan. Tapi klo Nani berkostum portugal kok rada ga respek yah... ha ha..
Iya benci musti rasional dan harus sesuai Islam. Tidak boleh asal benci. #instropeksidiri.
kalo benci dgn landasan sentimen pribadi yah gitu.. larinya ke subjektivitas, dan berakhir pada nyesek sendiri ;)
ReplyDeletebenci yang membutakan ya istilahnya...
ReplyDeletehehe, bagus istilahnya.
Padahal nani mukanya lumayan kalem dibanding ronaldo..hehe..
ReplyDeleteBener banget mbak, sebenarnya memang gak ada untungnya dan bikin nyesek sendiri..masih berusaha ngilangin..
ReplyDeleteHehe..istilah bikinan sendiri berdasarkan pengalaman pribadi
ReplyDeletekalo benci tapi cinta gimana? ini berbanding lurus sama cinta ya?
ReplyDeleteidem nih sama komentarnya mbak popi :)
ReplyDeleteBenci tapi cinta? Hmm...klo yang ini sepertinya rumit mbak..hehe..
ReplyDeleteMungkin cinta seperti itu juga, ada cinta yang membutakan.
Mungkin memang ada mbak, cinta yang membutakan...entah benci atau cinta, semoga tidak membutakan kita :)
ReplyDelete