Thursday, March 29, 2012

Keluarga Imajiner, episode : Papah

Papah. Namanya Adiwena Tantri Bandini. Bayangkan ketika kami sedang di tengah keramaian salah satu mall di surabaya, salah satu dari kami memanggilnya “Pah Papah, lihat sini deh, ini bagus loh”. Atau ketika kami sedang di salah satu warung makan di daerah keputih sukolilo, Tantri sedang duduk di meja, salah satu dari kami mendekat ke penjual makan dan dengan sedikit berteriak ke Tantri “Pah Papah, kamu makan apa?”. Pastinya orang-orang di sekitar yang mendengar akan merasa aneh, tapi panggilan itulah yang biasa kami berikan ke Tantri. Walaupun ketika sedang di tempat umum kami sudah berusaha memanggil Tantri dengan namanya namun kadang-kadang tanpa sadar kami memanggilnya  “Papah”. Panggilan kesayangan. Hahaha :)



Papah. Kenapa Tantri dipanggil papah? Karena Tantri mirip bapak-bapak #eh. Yang pasti bukan tentang fisik. Entah bagaimana awalnya, yang jelas semua ini bermula dari saya, Tatin dan Tantri. Intensitas bertemu yang tinggi membuat kami semakin akrab. Sebagaimana yang telah saya ceritakan sebelumnya, masing-masing dari kami secara alami mirip tokoh2 khayal yang kami ciptakan itu. Tantri mirip dengan karakter papah.




[caption id="attachment_1041" align="aligncenter" width="300" caption="Dari Facebook Papah"][/caption]

Papah. Pernah saya menulis tentangnya, di sini. Seorang yang gigih yang berjuang dalam melakukan apapun yang dia yakini layak untuk diperjuangkan.


Papah. Jangan berharap apabila curhat dengannya akan mendapat nasehat yang banyak atau kata-kata indah penyejuk hati, dia seorang yang realistis. Mungkin yang keluar dari mulutnya hanya “Sing Sabarr”. Tapi dialah orang yang paling cepat bertindak apabila kami butuh bantuan.


Papah. Seorang pemikir sejati. Bisa dibuktikan dengan penyakit migrainnya #eh. Bukan begitu, tapi banyak hal yang harus melewati otak dan hatinya dengan proses yang panjang.


Papah. Cool di luar, meleleh di dalam. Ini tentang ekspresi. Di sms, messenger, dia bisa saja bilang “aku kangen kaliaan muah muah”, tapi jangan harap itu dia katakan ketika bertemu langsung. Ekspresinya datar, tapi kami yakin, walau kelihatan cool, pasti "meleleh" juga di dalam.


Papah. Pernah kami hanya duduk diam di mobil dekat jalan keluar perumdos ITS menuju keputih karena dia menunggu kami memutuskan mau makan di mana. Dengan berdalih “kalau kalian suka, papah juga suka”. Entah karena lebih mementingkan kami atau karena papah adalah pemakan segala #eh, tapi itu sering terjadi. Kalau diminta memilih, seleranya dalam memilih makan memang tinggi, tapi makan apa aja juga boleh. Tapi kami tahu, bagi papah, kami memang penting. :)


Papah. Yang pasti pandai menyetir, membersihkan kamar mandi, merapikan pakaian, membersihkan kamar, dan banyak makan. Haha, sepertinya tulisan ini harus saya kirim ke den bagusnya papah. Hihihi..


Love you pah :*

7 comments:

  1. wah aku dulu juga sering migrain, berarti pemikir sejati juga ya? ix...

    ReplyDelete
  2. haha, kayaknya gt mas Dion..terserah wes..

    ReplyDelete
  3. [...] bertemu dengan papah dan mamah cantik setelah mereka resmi menjadi seorang istri. Sebenarnya bukan acara untuk [...]

    ReplyDelete
  4. [...] Surabaya. Perjalanan yang macet dari sukolilo ke pasar turi lah penyebabnya. Kami ber-4, saya, papah, anak kesayangan, mamahkuy berencana ke jakarta mengikuti walk in interview perusahaan telco [...]

    ReplyDelete
  5. [...] anak kesayangan yang di surabaya dan mamahkuy di palu. Jam 18 ketika sampai depan plaza senayan, si papah telefon, percakapan singkat yang bikin “meleleh” kangen keluarga di [...]

    ReplyDelete
  6. [...] kami sampai di tempat Mamah, janji itu telah tertunai. Tinggal menunggu si papah yang sedang dalam perjalanan. Keluarga kami terasa utuh ketika papah dan bundah [...]

    ReplyDelete
  7. [...] saya, adek, anak kesayangan, mamahkuy dan tentunya mamah cantik sebagai nyonya rumah. Ahad pagi, papah menyatakan diri bisa ikut walaupun masih kurang fit. Papaaaaahh i love u. Walhasil, ini adalah [...]

    ReplyDelete