Thursday, May 3, 2012

Nonton Pakai Hati

Begitulah rasa, sangat dinamis ternyata. Kadang tidak suka, kemudian bisa saja jadi suka, atau pada akhirnya jadi pernah suka. Jangan terlalu larut mempertahankan rasa, apalagi rasa tidak suka. Dan terlebih pada sesuatu yang tidak berhubungan langsung dengan hidup kita.

-Kata saya-

Dulu ketika masih SMA dan sedang fanatik parah ke Juve, sangat aneh melihat Bapak yang tidak mendukung satu tim sepakbola manapun. Jadinya, nonton sepakbola dengan Bapak sungguh tidak menyenangkan. Ketika tim A main bagus, pasti Bapak bilang "ah, B mainnya sih begini begitu, A tuh bagus", dan beberapa menit kemudian ketika B menguasai pertandingan, maka komentarnya juga akan berubah. Objektif. Namun bagi saya saat itu, tidak menarik, tidak punya pendirian. Heran ya, punya tidaknya pendirian seseorang dilihat dari dia punya tim yang didukung atau tidak. :)



Tapi itulah cara Bapak dalam menikmati sepakbola. Memang bukan olahraga favoritnya sih, Bapak lebih antusias ketika nonton tinju/badminton daripada nonton sepakbola. Tapi biasanya kalau tim favorit anak-anaknya sedang live di tv, Bapak sms kami. Apalagi kalau kalah, biasanya sms "piye lo kalah iki?". Hahaha..ngajak perang, memancing keributan.


Dulu ketika masih SMA, saling mengolok masing-masing tim favorit teman adalah suatu rutinitas. Mulai dari becanda sampai marah beneran. Waktu kuliah juga gitu, walau seringnya memang becanda. Tapi lama-lama memang sangat menganggu, saling menganggu sih. Karena saya juga membalas semua “caci maki” mereka. Sampai ketika Juve akhirnya degradasi ke seri-B. Sudah, saya sudah tidak melawan. Kuliah di teknik elektro dengan hampir 90%nya adalah laki-laki, dan saya adalah perempuan yang suka bola, mungkin 1% dari 10% itu. Teman-teman saya memang sangat toleran, apalagi pada kami yang perempuan. Tapi tidak untuk urusan sepakbola. Mereka memang kocak dalam mengolok-olok, beberapa yang masih saya ingat :


eh, Juve di seri B gak ditanyangin di tv ya? Coba deh dengerin radio, sapa tau ada


Masa ya delle alphi mo jadi tambak lele, putus asa si Del piero


Eh, tadi kaya ngelihat Del piero di keputih sedang angon kambing


Emang juve masih punya sponsor? Tuh kayaknya kacang sukro mau nyeponsorin Juve


Del piero gt kalau habis tanding, berapa koyo ya yang ditempel di tubuhnya, ya wajar, udah kakek-kakek sih


Dan banyak kalimat lucu lain. Itu yang lucu, banyak yang serius dan memicu emosi.


Dulu kalau nonton sepakbola, apalagi kalau juventus yang main dan sedang tertekan, saya ikutan tertekan. Kalau kalah, seharian mood akan jelek. Iya, sampai segitunya.


Alhamdulillah, 2 tahun terakhir ini saya sudah memakai mata untuk nonton sepakbola. Biasanya pakai hati sih. Dan itu bikin capek banget.


Sekarang, kalau melihat orang yang sangat fanatik pada satu tim, dan bahkan saling mencaci maki, rasanya jadi aneh. Kenapa harus segitunya sih? Mungkin saya bisa bilang gitu, karena saya sudah insaf. Walau memang sensasi dan antusisme ketika akan nonton dan ketika sedang nonton itu belum hilang. Apa ya, semacam adrenalin yang entah. Semangat gimana gitu. Tapi kalau di akhir pertandingan juve kalah, eh, selama musim ini belum kalah ya #sombong, hmm... juve seri kayak tadi pagi, ya sudah, tidak ada mood jelek, tidak yang perlu disesalkan, tidak ada yang perlu disalahlah dan tidak ada yang perlu dipikirkan tentang itu.


Sekarang, ketika teman-teman kuliah saya masih gencar menghina juve, saya hanya ketawa saja membalasnya.


Toh ini sepakbola, olahraga menarik yang ada untuk dinikmati bukan untuk mengubah hari indah menjadi tidak enak hati, apalagi saling caci maki. Nikmati saja permainannya, gol-gol indahnya, assist-assist kerennya, ekspresi lucu pemain dan pelatihnya. Sepakbola bukan tentang sebuah pendirian, hanya permainan.


Di luar itu semua, sepakbola adalah olahraga yang mempersatukan. Olahraga yang mengakrabkan. Lihat saja ketika seluruh rakyat indonesia mendukung timnas dan sebagian bergerumuh di GBK, luar biasa. Setiap sesuatu memang harus sesuai porsinya.


Nonton sepakbola pakai hati atau mata, saya tetap Juventya. :)

5 comments:

  1. Keren cerita bolanya ris. gak nyangka ternyata sepak bola itu menarik. Walau juve dihina-hina, tapi tetap ya scudetto. Dari juve degradasi ke seri-B, sampai akhirnya bisa memperlihatkan keperkasaannya di liga serie-A sebagai tim yg tidak pernah kalah musim ini(*halah bahasanya). Selamat buat juventya.
    Juve tidak mungkin bisa selamanya diatas, begitu pula kita. Juve banyak merebut gelar scudetto mungkin karena faktor2 ini :
    1. Tim ini punya segudang pengalaman dalam sepak bola, baik dari pelatihnya, pemainnya. Dana (julukannya yg nyonya besar), dll
    2. Juve pernah gagal terlempar ke serie B. Dengan gagal, gain utk memperoleh kesuksesan itu besar.
    mari kita petik hikmah di setiap kesuksesan atau kegagalan. ....

    ReplyDelete
  2. Wah iput mulai tertarik dengan sepakbola nih, iya, emang sepakbola itu sesuatu banget..

    Hahaha...makasih, juventus memang tim terbaik di dunia..

    yup, ada kalanya memang harus ada fase gagal, untuk tahu nikmatnya sebuah kesuksesan.

    ReplyDelete
  3. [...] saya sudah pernah menulis tentang suka/tidak suka dan menonton dengan hati. Tapi entah, rasa tidak suka itu masih ada, bahkan sudah masuk level benci. Saya mengibaratkan [...]

    ReplyDelete
  4. Wah, makasih dech buat mb riris atas pencerahannya.. cara nonton yang bagus n sehat.. salam juventini ya..!!

    ReplyDelete
  5. Sama-sama...wah juventini juga ya? sipp

    ReplyDelete