Sejak saya beli buku "17 Catatan Hati : Ummi" nya Asma Nadia, saya jadi tertarik dengan buku-buku keluaran Asma Nadia Publishing House. Ternyata keren-keren, ups, emang selama ini kemana aja. Beberapa hari yang lalu saya beli KMGP, "Ketika Mas Gagah Pergi dan kembali". Saya sudah tahu ceritanya sih, sudah pernah baca. Entah baca dimana, yang pasti saat kuliah dulu. Karena sewaktu SMA, saya belum kenal majalah Annida apalagi Mas Gagah, saya kenalnya mas Zidane, mas Del piero dan mas-mas lain kawan-kawannya di tabloid bola atau soccer.
Dulu ketika pertama kali membaca kisah ini, yang saya dapat adalah kekaguman tentang sosok kakak laki-laki nyaris sempurna yang berhijrah menuju kesempurnaan menjalankan agamanya. Keren banget ya Mas Gagah ini..hihi..
Kali kedua membacanya, saya masih ingat betul sampai mana cerpennya yang dulu dan yang mana sang penulis menambahkan ceritanya. Dan kali ini, saya lebih “demam” dengan beberapa kalimat yang ada kata Mati dan Kematian. Bahwa hidup adalah kesempatan berbuat baik sampai entah kapan hidup kita di dunia ini selesai, mati.
Berbicara tentang mati, kadang saya ge-er kalau hidup saya akan selesai, ketika grafik ibadah sedang ada di atas, ketika saya jadi begitu sabar dan ikhlas. Herannya, saya juga ingat mati ketika saya masuk ke studio bioskop. Ketika lampu sudah dimatikan, suara film yang keras, saya sering berkata dalam hati “Ya Allah, jika waktu ini ajal saya, sungguh betapa meruginya”. Saya sering takut membayangkan gedung bioskop akan runtuh. Dan apakah setelah itu saya tidak ke bioskop? Masih saja. Walau sekarang memang intensitasnya sudah sangat jarang. Fiuh..Masih takut mati ternyata.
Bisa saja nanti, besok, lusa atau entah kapan, mati itu pasti datang. Tidak akan menunggu grafik ibadah sedang di atas, tidak tahu apakah kita sedang dalam kondisi sabar dan ikhlas. Terima kasih Mas Gagah, sekali lagi saya jadi mengingat mati, setidaknya untuk saat ini. Mari bersiap!
“Orang yang paling banyak mengingat mati dan gigih berusaha untuk persiapan menuju mati, merekalah orang-orang bijaksana sehingga mereka itu nantinya pergi dengan membawa kemuliaan dunia dan keutamaan akhirat” Demikian hadist riwayat Ibnu Majah. Maka kembali pada diri kita, Sudahkah kita siap menghadapi kematian yang pasti datang? Dalam Al-Qur’an dikatakan kita tak akan bisa lari daripadanya. Bahkan saudaraku, bisakah kita menjamin bahwa esok kelak kala matahari terbit kita masih hidup?
Buku “Ketika Mas Gagah Pergi dan kembali” oleh Helvi Tiana Rosa, Halaman 34
aku kenal mas gagah setelah membeli buku KMGPK he he. Sebelumnya pernah denger ada cerpen bagus tahun 90-an karya helvy, cuma lom pernah baca. Hanya pernah diceritain istri klo mas gagah itu gini gini gini.
ReplyDeleteawalnya menyangka buku mas gagah itu akan berupa novel. Eh setelah baca ternyata cerpen yang ditulis ulang plus ditambah dengan pembauran cerita dengan kisah 'laki-laki tak bernama'. Agak nyesel juga sih beli buku itu, masalahnya saya kurang suka cerpen. Ceritanya kurang dalam, meski tetap saja cerita mas gagah dan laki-laki tak beranama itu kereeeeen banget.
jadi ingat salah satu ye-yel temennya mas gagah yang tadinya preman itu.
kepalkan tangan keatas, sambil loncat, "hu... hu... hu.... istiqomah!".
laki-laki itu bernama Yudi..hihihi...
ReplyDeleteBeberapa buku helvi dan asma nadia memang berisi cerpen, itu salah satu yang membuat saya membelinya masih baru-baru ini, bukan dari kemarin-kemarin. Awalnya saya juga tidak suka cerpen. Tapi sekarang sangat menikmati.
Soal "rasa" sih, jadi berbeda-beda, saya malah menangis dua kali membaca cerita mas gagah yang hanya sekitar 30an lembar ini..
Banyak kata-kata yang terasa menusuk walo klo dilihat dari cerita memang tergolong biasa.. :)