"Berhentilah merokok sebelum rokok menghentikan hidupmu!". Kalimat itu saya dengar di salah satu tempat makan kemarin. Kalimat yang diucapkan salah satu perempuan di meja sebelah ketika ada temannya yang mulai menyulut rokoknya.
Di rumah saya tidak ada yang merokok. Tapi sebagai tuan rumah yang baik, kami menyediakan asbak di meja ruang tamu. Dan mungkin setiap rumah juga mempunyai asbak terlepas penghuninya ada yang merokok atau tidak. Iya, asbak, salah satu fasilitas bagi para perokok. Secara default, asbak selalu ada di atas meja tamu. Tapi ada juga tamu yang merokok tidak menggunakan asbak, membiarkan hasil pembakarannya berceceran di bawah kursi. Kadang, ketika di ruang tamu tidak terlihat asbak, tamu akan tanya ke bapak "ada asbak?", jadinyalah bapak ke belakang untuk mengambilkan asbak.
Hal lain yang terjadi di rumah yaitu ketika ada yang bekerja untuk keluarga kami, entah membantu di sawah atau pekerjaan lain, Ibu selalu menyediakan rokok ketika pekerja itu seorang perokok. Ketika saya tanya "Kenapa harus dikasih rokok?", Ibu menjawab "ya karena dia perokok, dan umumnya memang seperti itu, kalau orang yang kerja perokok, ya disediakan rokok". Semacam hukum tidak tertulis di daerah kami. Tidak hanya memberikan kesempatan untuk merokok, bahkan langsung memberikan rokok. Fiuuh....
Di Bandung, banyak tempat makan yang sengaja membagi ruang untuk yang merokok dengan yang bebas asap rokok. Di satu sisi, memang ingin memberikan kenyamanan dan melindungi yang tidak merokok, tapi di sisi lain bukankah artinya juga memberikan fasilitas kepada perokok untuk merokok? Lebih setuju kalau tempat makan itu ada tulisan "Terima kasih untuk tidak merokok" atau "Mari hidup sehat tanpa rokok".
Dari beberapa contoh fakta di atas, apakah merokok sudah menjadi salah satu hak azasi manusia yang harus dihargai? Ini bukan tentang menghargai pribadi perokok atau tidak, tetapi tentang kata kerjanya, merokok. Merokok memang pilihan, tapi apakah hal yang merusak kesehatan layak untuk dipilih? Tentu saja tidak.
Mari tegas untuk hidup tanpa rokok! :)
banyak teman yang bilang, 'Fin, kamu itu suka banget ngopi, tapi kok ndak merokok?, bukannya kopi dan rokok itu kayak romeo dan juliet -agaklebay-'.
ReplyDeleteSudah menjadi kebiasaan di daerahku klo ngopi dan rokok itu sejalan beriringan. Klo ngopi pasti disambi merokok.
sebenarnya merokok itu bukan hanya permasalahan dari seseorang, tapi perlu diliat dari usaha pemerintah & industri. industri memperkerjakan pekerja & menghasilkan uang dan memberin tax ke pemerintah. Nah klo mau serius menstop rokok itu bakalan gak mungkin. ada beberapa alternatif seperti :
ReplyDelete1. mengganti rokok yang berbahaya dengan rokok herbal, jadi malah menyehatkan tubuh. justru ini malah jadi potensi industri. tapi mungkin harganya mahal.
2. rokok di korea memiliki kandungan nikotin 1/32 dibanding rokok di indo, karena itu bayangkan jika si A menghisap rokok 1 bungkus sehari, dibanding org korea.
3. setiap rokok di korea, dikasih gambar2 yg mengerikan, yg tujuannya klo orang ini merokok dia harus tahu konsekuensinya.
4. Jangan sampai iklan utama di tv itu rokok & harus diatas jam 10 malam.
tapi masalahnya org2 kita gak mau berubah.
Hahaha...istilahnya euy, meni gitu pisan..
ReplyDeleteIya sih mas, kebanyakan di ponorogo bagian desoku juga gt, biasanya yang ngopi juga ngerokok.
Yup, tepat sekali put. Bukan hanya masalah seseorang, tapi memang mau tidak mau masing-masing orang juga terkena imbasnya.
ReplyDeleteAlternatif yang keren, semoga pemerintah juga mempunyai penanganan yang baik tentang masalah rokok ini. Tapi sembari menunggu saat itu tiba, masing-masing orang harus sadar tentang penting dan berharganya kesehatan.